ADZAN, IQOMAH DAN SHOLAT BERJAMAAH
Kelompok II :
Laily Nur Arifa (08110044)
Lativa Latansa Villia(08110049)
Mariyatul Qibtiyah (08110053)
Neneng Haryani (08110068)
I. ADZAN
a. Pengertian Adzan
Adzan secara lughawi ialah menginformasikan atau mengumumkan. Sedangkan secara istilah ialah menginformasikan tentang waktu sholat dengan kata-kata tertentu. (Muhammad Jawal Mughniyah : 1996, 96)
b. Lafadz Adzan
Lafadz adzan menurut imam madzhab (Muhammad Jawal Mughniyah : 1996, 77):
الله اكبر الله اكبر
الله اكبر الله اكبر
اشهد ان لااله الاّالله
اشهد ان محمّداً رسول الله
حيّ على الصّلاة
حيّ على الفلاح
الله اكبر الله اكبر
الله اكبر الله اكبر
لا إ له الاّ الله
Dan pada adzan Shubuh lafadz adzan ditambah dengan (الصّلاة خير ّمن النّوم) setelah lafadz اشهد ان محمّداً رسول الله. Namun imam malik menyebutkan hanya membaca takbir dua kali saja, tidak empat kali seperti tiga madzhab yang lain. (abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri: 278)
b. Hukum Adzan
Imam madzhab berbeda pendapat tentang hukum adzan bagi shalat fardlu. Secara terperinci hukum adzan untuk shalat 5 waktu adalah :
- Imam Syafi’i :
Menurut Syafi’iyah, adzan merupakan sunnah kifayah bagi jamaah dan sunnah ain bagi sholatnya munfarid(abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri: 278
- Imam Hanafi :
Menurut Hanafiyah, adzan merupakan sunnah kifayah bagi semua musholli(abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri: 278)
- Imam Malik :
Menurut Malikiyah, adzan merupakan sunnah kifayah bagi jamaah (abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri: 279) literatur lain menyebutkan fardlu kifayah (Muhammad Jawal Mughniyah : 1996, 96)
- Hambali :
Menurut Hanabilah, adzan merupakan fardhu kifayah bagi suatu desa atau kota. (abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri: 278)
c. Syarat Adzan
Syarat Adzan menurut jumhur ada lima, yaitu (abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri 280-281):
- niat.
Niat menjadi syarat sahnya adzan bagi imam imam hambali dan maliki. Namun menurut imam syafi’i dan hanafi, niat tdak disyaratkan dalam adzan
- Mutawali
Adzan harus dilakukan secara mutawali, tidak boleh dipisah oleh diam yang lama atau dengan ucapan yang banyak. Namun imam hanbali mengharamkan ucapan meskipun sedikit, sehingga ucapan yang sedikit itu telah membatalkan adzan.
- Berbahasa arab
Semua imam kecuali imam hanbali mengharuskan menggunakan bahasa arab. Namun imam hanbali memperbolehkan dengan bahasa selain bahasa arab.
- Masuk waktu sholat
Semua imam sepakat masuk waktu shoat menjadi syarat dikumandangkannya adzan dalam sholat selain sholat shubuh. Sedang untuk sholat shubuh, imam-imam berbeda pendapat. Imam hanafi tidak memperbolehkan adzan sebelu sholat shubuh. Sedang ketiga imam lain memperbolehkan
- Tertib
Ketiga madzhab mensyaratkan tartib kecuali imam hanafi yang memperblehkan tidak tertib ma’al karohah
No. | Hal | Syafi’i | Hambali | Maliki | Hanafi |
1 | Niat |
– |
√ |
√ |
– |
2 | Mutawali |
√ |
√ |
√ |
√ |
3 | Berbahasa Arab |
√ |
– |
√ |
√ |
4 | Masuk waktu sholat |
√ |
√ |
√ |
√ |
5 | Tartib |
√ |
√ |
√ |
√ |
d. Adab Adzan
Adab melaksanakan adzan menurut jumhur Ulama’ adalah sebagai berikut (Nor Hadi,. 2008:):
- Tidak menerima upah
- Suci dari hadast besar, kecil dan najis
- Menghadap ke rah qiblat ketika mengumandangkan adzan
- Menghadapkan muka dan dadanya ke sebelah kanan ketika membaca حيّ على الصّلاة,
Menghadapkan muka dan dadanya ke sebelah kiri ketika membaca حيّ على الفلاح
- Memasukkan dua anak jarinya ke dalam kedua telinganya
- Hendaknya bersuara nyaring dan merdu
- Tidak boleh berbicara ketika mengumandangkan adzan
- Setelah mengumandangkan adzan hendaknya berdo’a (Do’a setelah adzan)
e. Syarat-syarat seorang Mu’adzin:
Syarat-syarat seorang muadzin menurut imam madzhab adalah (abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri 281-282):
– Muslim
– Berakal
– Laki-laki (Adzan bagi shalatnya perempuan hukumnya makruh, kecuali menurut Imam Syafi’i.)
– Mumayyiz (Maliki mengharuskan Baligh)
II. IQOMAH :
a. Pengertian Iqomah
Iqomah Ialah pengumuman agar berdiri untuk shalat dengan seruan khusus (abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri: 287)
b. Lafadz iqomah :
الله اكبر الله اكبر
اشهد ان لااله الاّالله
اشهد ان محمّداً رسول الله
حيّ على الصّلاة
حيّ على الفلاح
قد قا مت الصّلاة
الله اكبر الله اكبر
لا إ له الاّ الله(Muhammad Jawal Mughniyah : 1996)
Perbedaan lafadz Iqomah antara empat madzhab
Perbedaan lafadz iqomah diantara empat madzhab yaitu (abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri287-288):
– Imam Hanafi :
takbir (الله اكبر) empat kali di awal dan dua kali di akhir. Lafadz حيّ على الصّلاة dibaca 2x Juga lafadz حيّ على الفلاح dibaca 2x
– Imam Malik :
Lafal قد قا مت الصّلاة dibaca sekali
– Hanbali dan Syafi’i
– Lafal قد قا مت الصّلاة dibaca 2x
c. Hukum iqomah:
Imam selain imam maliki sepakat bahwa hukum iqomah seperti hukumnya adzan
Menurut imam Malik :
sunnah muakad bagi munfarid laki-laki baligh serta sunnah kifayah bagi jamaah laki-laki dan baligh (abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri 288)
d. Sunnah Iqomah
Sunnah iqomah sama seperti sunnah adzan, kecuali (abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri :289);
No. | Adzan | Iqamah |
1 | Di tempat tinggi | Tidak (kecuali Hambali, sunnah di tempat tinggi |
2 | Diperpanjang dengan irama | Dipercepat (kecuali Maliki) |
3 | Meletakkan tangan di telinga | Tidak (menurut imam Maliki dan Hanafi) |
d. Syarat Iqomah
Syarat iqomah sama dengan syarat adzan. Kecuali (abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri 288):
- Laki-laki, jadi boleh perempuan iqomah untuk sholatnya perempuan.
Hambali: perempuan tidak boleh iqomah
Syafi’i dan Maliki: jika ia sholat dengan laki-laki, maka iqomahnya tidak sah
Hanafi: boleh perempuan iqomah untuk sholatnya perempuan tetapi hukumnya makruh
- Pada umumnya bersambung dengan sholat bukan dengan adzan, maka jika iqomah lalu berhenti untuk makan dan sebagainya, kemudian sholat tanpa iqomah sholatnya tetap sah.
III. SHOLAT JAMA’AH
- a. Keutamaan Sholat Berjamaah
Sebagian keutamaan sholat betrjamaah yaitu (Hadi, Nor. 2008)
- Berjama’ah lebih utama dari pada shalat sendirian.
Rasulullah saw bersabda: “Shalat berjama’ah itu lebih utama dari pada shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh derajat.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar ra)
- Setiap langkah diangkat kedudukannya satu derajat, dihapuskan satu dosa serta senantiasa dido’akan oleh para malaikat.
Rasulullah saw bersabda: “Shalat seseorang dengan berjama’ah itu melebihi shalatnya di rumah atau di pasar sebanyak dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila seseorang berwudhu’ dan menyempurnakan wudhu’nya kemudian pergi ke masjid dengan tujuan semata-mata untuk shalat, maka setiap kali ia melangkahkan kaki diangkatlah kedudukannya satu derajat dan dihapuslah satu dosa. Dan apabila dia mengerjakan shalat, maka para Malaikat selalu memohonkan untuknya rahmat selama ia masih berada ditempat shalat selagi belum berhadats, mereka memohon: “Ya Allah limpahkanlah keselamatan atasnya, ya Allah limpahkanlah rahmat untuknya.’ Dan dia telah dianggap sedang mengerjakan shalat semenjak menantikan tiba waktu shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra, dari terjemahan lafadz Bukhari).
- Terbebas dari penguasaan setan.
Rasulullah saw bersabda: “Tiga orang yang berada di sebuah desa atau lembah kemudian tidak melaksanakan shalat berjama’ah di sana, maka mereka telah dipengaruhi oleh setan. Karena itu hendaklah kamu sekalian membiasakan shalat berjama’ah sebab serigala itu hanya menerkam kambing yang memisahkan diri dari kawanannya.” (HR. Abu Daud dengan isnad hasan dari Abu Darda’ ra).
- Memancarkan cahaya yang sempurna di hari kiamat.
Rasulullah saw bersabda: “Berikanlah kabar gembira orang-orang yang rajin berjalan ke masjid (bahwa mereka akan mendapatkan) cahaya yang sempurna di hari kiamat.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Hakim).
- Mendapatkan balasan yang berlipat ganda.
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang shalat Isya dengan berjama’ah maka seakan-akan ia mengerjakan shalat setengah malam, dan barangsiapa yang mengerjakan shalat shubuh berjama’ah maka seolah-olah ia mengerjakan shalat semalam penuh. (HR. Muslim dan Tirmidzi dari Utsman ra).
- Sarana penyatuan hati dan fisik, saling mengenal dan saling mendukung satu sama lain.
Rasulullah saw terbiasa menghadap ke ma’mum begitu selesai shalat dan menanyakan mereka-mereka yang tidak hadir dalam shalat berjama’ah, para sahabat juga terbiasa untuk sekedar berbicara setelah selesai shalat sebelum pulang kerumah. Dari Jabir bin Sumrah ra berkata: “Rasulullah saw baru berdiri meninggalkan tempat shalatnya di waktu shubuh ketika matahari telah terbit. Apabila matahari sudah terbit, barulah beliau berdiri untuk pulang. Sementara itu di dalam masjid orang-orang membincangkan peristiwa-peristiwa yang mereka kerjakan di masa jahiliyah. Kadang-kadang mereka tertawa bersama, dan Nabi saw pun ikut tersenyum.” (HR. Muslim).
- Membiasakan kehidupan yang teratur dan disiplin.
Pembiasaan ini dilatih dengan mematuhi tata tertib hubungan antara imam dan ma’mum, misalnya tidak boleh menyamai apalagi mendahului gerakan imam menjaga kesempurnaan shaf-shaf shalat. Rasulullah saw bersabda: “Imam itu diadakan agar diikuti, maka jangan sekali-kali kamu menyalahinya! Jika ia takbir maka takbirlah kalian, jika ia ruku’ maka ruku’lah kalian, jika ia membaca ‘Sami’allaahu liman hamidah’ maka bacalah ‘Allahumma rabbana lakal Hamdu’, Jika ia sujud maka sujud pulalah kalian. Bahkan apabila ia shalat sambil duduk, shalatlah kalian sambil duduk pula!” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berkaitan dengan shalat jama’ah, Allah SWT berfirman:
وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِينَ |
Artinya: |
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’ (QS Al-Baqarah : 43)
وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُم مَّعَكَ
Artinya :
Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka (QS An-Nisa’: 102)
- b. Hukum sholat jama’ah
Hukum Sholat berjamaah untuk sholat lima waktu menurut empat madzhab (Muhammad Jawal Mughniyah : 1996, 135)
– Hambali :
wajib atas tiap individu yang mampu melaksanakannya. Tetapi kalau ditinggalkan dan ia sholat sendiri, maka ia berdosa, sedangkan sholatnya tetap sah
– Hanafi:
Hukumnya tidak wajib, baik fardhu ‘ain atau kifayah, tetapi hanya disunnahkan dengan sunnah ain muakkadah
Madzhab syafi’i dan Maliki mempunyai dua qoul (abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri 360):
Syafi’i:
– Qoul yang rojih menyebutkan bahwa shalat jamaah hukumnya fardhu kifayah dalam suatu negara
– Qoul yang masyhur menyebutkan bahwa shalat berjamaah hukumnya sunnah muakkadah
Maliki :
– Qoul masyhur : hukumnya sunnah muakkadah
– Qoul yang lebih dekat pada tahqiq : hukumnya fardlu kifayah atas suatu negara
- c. Syarat-syarat sholat jama’ah
Syarat sah sholat berjama’ah yaitu (Muhammad Jawal Mughniyah : 1996, 135-137), (abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri362-378)
No |
Syarat |
Perbedaan antar Madzhab |
1 |
Islam | |
2 |
Berakal | |
3 |
Adil | |
4 |
Imam selamat dari udzur/ hadas | Maliki berpendapat bahwa imam yang memiliki udzur ma’fu boleh menjadi imam, atau imam memiliki hadas namun lupa |
5 |
Laki-laki | – maliki mengharuskan imam harus laki-laki. Maka tidak sah apabila perempuan menjadi imam, baik makmumnya laki-laki atau perempuan |
– madzhab lain memperbolehkan perempuan menjadi imam asalkan makmumnya juga perempuan
6
Baligh
7
Jumlah minimal dua orang
8
Makmum tidak di depan imamMaliki memperbolekan makmum berada di depan imam tetapi alal makruh
9
Berkumpul dalam satu tempat tanpa penghalang
10
Makmum berniat mengikuti imam
11
Niat shalat fardlu dengan shalat fardluKecuali imam syafi’i. Boleh orang yang shalat fardlu niat kepada orang yang solat sunnah dan sebaliknya. Meskipun makruh.
12
Sholat imam dan makmum harus sama madzhabnyaMaliki dan hambali memperbolehkan imamah meski imam dan makmum tidak berada dalam mazhab yang sama. Dengan alasan imam beri’tiqod pada madzhabnya begitu juga makmum. Akan tetapi jika untuk sholat sunnah, tidak sah.
13
Bacaan yang sempurnaKecuali maliki
14
Imam bukan menjadi makmum atas imam lain
15
Makmum tidak mendahului imamMaliki tetap menganggap sah namun jika tidak karena dhorurat maka makruh
- d. Hukum menjadi makmum
Para ulama’ sepakat bahwa orang yang berwudhu’ boleh bermakmum dengan orang yang bertayammum, dan bahwa seorang makmum harus mengikuti imam dalam bacaan dan dzikir-dzikir. Namun mereka berselisih pendapat dalam hal kewajiban makmum mengikuti bacaan al-fatihah imam. (Muhammad Jawal Mughniyah : 1996, 138)
- Syafi’i
Makmum harus mengikuti bacaan imam dalam sholat sirriyah (sholat yang bacaannya pelan) dan jahriyah (sholat yang bacaannya dikeraskan). Dan wajib hukumnya membaca al-fatihah di setiap roka’at.
- Hanafi
Makmum tidak wajib mengikuti bacaan imam, baik dalam sholat sirriyah ataupun sholat jahriyah
- Maliki
Makmum wajib membaca dalam sholat sirriyah, dan tidak wajib pada sholat jahriyah
- e. Hukum masbuq (makmum yang datang)
Jika seseorang datang sesudah imam mendirikan sholat, dan sudah melakukan satu rokaat atau lebih, maka seluruh ulama’ sepakat bahwa orang tersebut hendaklah berniat jama’ah dan meneruskan sholat bersama imam.
Menurut imam hanafi, maliki, dan hambali menyatakan bahwa rokaat yang didapatkan oleh makmum bersama imam itu menjadi akhir bagi rokaat bagi sholat si makmum. Jika ia mendapatkan rakaat ketiga dalam sholat maghrib bersama imam, maka itu dianggap sebagai rokaat ketika juga untuk sholatnya. Kemudian ia melanjutkan dengan satu rokaat yang didalamnya terdapat bacaan al-fatihah, surat, dan tasayahud, kemudian satu rokaat lagi yang didalamya terdapat bacaan al-fatiah dan surat.
Orang yang melaksanakan sholat seperti ini, yaitu mendahulukan rokaatketiga dari rokaat pertama dan kedua. Apa yang dikerjakannya bersama imam adalah akhir sholatnya, dan yang dikerjakannya sesudah imam adalah permulaan sholatnya.
Sedangkan menurut imam syafi’I , rokaat yang didapatkan makmum bersama imam dianggap awal sholatnya, bukan akhirnya. Jadi kalau ia mendapatkan satu rokaat pada shalat maghrib bersama imam, maka itu dianggap sebagai rokaat pertama baginya, lalu ia meneruskannya dengan rokaat kedua dan mambaca tasyahud sesudahnya, kemudian diteruskan dengan rokaat ketiga yang menjadi rokaat terakhir baginya (Muhammad Jawal Mughniyah : 1996, 139-140)
Berkaitan dengan pembahasan mengenai makmum masbuk, Raulullah SAW bersabda
اذا جئتم الى الصلاة ونحن سجود فاسجدوا ولاتعدوها ثيئا ومن ادرك الرّكعة فقد ادرك الصلاة (روه ابو داود)
- f. Cara menggantikan imam:
Imam dapat digantikan oleh makmum yang tepat berada di belakangnya. Imam dapat meminta diganti melalui isyarat. Agar isyarat tersebut mudah dipahami, makmum yang berada di belakang imam diisyaratkan orang yang paham ilmu agama. Oleh karena itu, sebaiknya makmum yang berada di belakang imam adalah orang yang siap menggantikan kedudukan imam. (abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri: 387)
- Sebab-sebab digantinya imam
Sebab-sebab imam boleh diganti berbeda-beda antar madzhab. Sebab-sebab itu antara lain (abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri 391-392):
Madzhab Hanafi :
– datang hadas ketika sholat
– terbuka aurat sekiranya melakukan sholat
– lalai dari membaca bacaan fardhu
Madzhab Syafi’i:
– datangnya hadas
Hambali :
– sakit yang sangat hingga mencegah dia menyempurnakan sholat
– lalai dari rukun qouli
– datangnya hadas
- Hukum menggantikan imam:
Para Ulama berbeda-beda tentang hukum pergantian imam, (abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri393-394)
Madzhab Hanafi :
afdhol, karena jika tidak diganti, maka batal sholatnya imam juga makmum
madzhab Hambali :
Jawaz, karena untuk menyempurnakan shalat
Madzhab Syafi’i dan Maliki:
Sunnah, namun syafi’i mensyaratkan bahwa penggantinya haruslah orang yang sholeh untuk menjadi imam sholat tersebut
- Pengaturan Shaf dalam Jamaah
- Jika makmum hanya seorang ia berdiri di belakang kanan imam
- Makmum anak laki-laki berdiri di belakang makmum laki-laki dewasa
- Makmum perempuan berada di belakang makmum laki-laki
- Makmum perempuan anak-anak berada di belakng makmum perempuan dewasa
- Imam sebaiknya berada di tengah
- Shof pertama lebih utama dari shof selanjutnya
- Shaf harus penuh dan tidak ada tempat yang kosong (abdurrahman ibn muhammad ‘aud al-jaziri: 381-382)
- Cara Mengingatkan Imam Yang Lupa
Beberapa cara yang harus diperhatikan ketika kita mendapatkan Imam yang lupa bacaan shalat atau bilangan rakaatnya.
- Jika Imam salah atau lupa bacaan shalat, makmum di belakangnya langsung mengucapkan bacaan yang benar. Apabila Imam terus saja (tidak menanggapi pembetulan makmum), makmum tetap mengikuti imamnya.
Rasulullah SAW bersabda
يُصَلّون لكم فإن اصابوا فلكم ولهم وان اخطؤا فلكم وعليهم (روه والبخارى)
- Jika Imam lupa jumlaj rakaat shalatnya, makmum laki-laki di belakangnya mengucapkan subhanallah.apabila makmum di belakangnya lawan jenis(Imamnya laki-laki makmumnya perempuan), makmum perempuan cukup memberi isarat dengan tepuk tangan. Apbila sudag diperingatkan tetapi Imam diam saja, makmum hendaknya mengikuti imamnya karena mungkin Imam yakin bahwa dirinya benar (Nor Hadi,. 2008: 79)
REFERENSI :
Al-Fauzan, Syaikh Dr.Shalih bin Fauzan. 2005. Ringkasan Fikih Lengkap, PT. Darul Falah: Jakarta
Al-Jaziri, Abdurrahman bin Muhammad ‘Aud. Tanpa Tahun. Kitabul Fiqh ‘ala Madzahibil Arba’ah. Beirut: Darul Ihya’.
Hadi, Nor. 2008. Ayo Memahami Fiqh; untuk MTs/SMP Islam Kelas VII. Jakarta: Erlangga.
Mughniyah, Muhammad Jawad. 2007. Fiqh Lima Madzhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali. Terjemah Al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Khamsah. Jakarta : Lentera